BAB 1
MEMAHAMI ILMU KALAM
- Pengertian Ilmu Kalam
- Pengertian Etimologi
- Secara hariah kata Kalam berarti pembicaraan. Dalam pengertian, pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ia erat dengan ilmu mantiq/logika. Istilah lain dari Ilmu Kalam adalah teologi Islam, yang diambil dari Bahasa Inggris, theology.
- Pengertian Terminologi Sedangkan Ilmu Kalam secara Terminologi adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah Ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan ilsafat.Selain itu, deinisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lai:
- Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
- Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan akidah imaniah, atau sebuah kajian tentang akidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
- Imam Abu Hanifah menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaankepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu kalam disebut juga ilmu yang membahas soal-soal keimanan.Ada beberapa alasan kenapa ilmu ini dinamai dengan Ilmu Kalam, diantaranya :Pada abad ke dua Hijriah ada persoalan yang menggoncangkan umat Islam yaitu tentang persoalan kalāmullāh. Apakah kalamullah itu diciptakan atau bukan, baru (hadis) atau terdahulu (qadīm).
Dengan demikian Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai
masalah ketuhanan dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi
rasional (‘aqliyah). Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil Al-Qur'an dan
hadis sedang argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman menggunakan
metode berfikir filosofis. Atau ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan,
Allah SWT. Sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang
rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat
yang mesti ada padanya, sifat-sifata yang mungkin tidak ada padanya dan
sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
- Dasar Pembahasan Ilmu Kalam
1.
Al-Qur’an
a.
QS. Al-Ihlas [112]: 1-4, keseluruhan surat ini membahas
tentang identitas Allah.
1.
Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4.
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
b.
QS. Al-Furqan [25]: 59, ayat ini membahas tentang tempat Allah setelah menciptakan alam raya.
"yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka
Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang
Dia.”
c.
QS. al-Fath [48]: 10, ayat ini membahas tentang kekuasaan
Allah yang dinyatakan dengan “tangan”
Allah.
“Bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.”
2.
Hadis
Adanya hadis nabi yang membahas tentang ilmu kalam. Diantaranya
hadis yang membahas tentang islam, iman dan ihsan:
“Dari Umar ra, dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang
sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada
lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
AIlah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi
haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia
yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda:
“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasulNya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku
tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia
melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat
(kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku
tentang tanda-tandanya", beliau bersabda:
“Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang
bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“,
kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau
(Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata:
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril
yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.(HR. Muslim)
3.
Pemikiran manusia
Pada pertumbuhan awal pemikiran islam, para ulama menggunakan
rasionya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam jauh sebelum
filsafat Yunani berpengaruh luas dalam khasanah ilmu Keislaman. Hal ini
terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabihat, yakni ayat-ayat Al-Quran
yang samar maksudnya, sehingga membutuhkan pemikiran akal untuk memahaminya.
Di dalam Al-Qur’an,
banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan
menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi
tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul-albab,
ulul-ilm, ulul-abshar, dan ulun-nuha.
Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Maka apakah
(Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka
apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (Q.S. An-Nahl: 17)
Oleh karena itu,
jika umat islam sangat termotivasi untuk mmaksimalkan penggunaan rasionya, hal
itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu
kalam.
4.
Insting
Secara naluriah, manusia selalu ingin berTuhan. Oleh karena itu,
kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas
Mahmoud Al-Aqad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama
dikalangan orangorang primitif. Sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda
alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang secara
beragam. Di Mesir, mereka menganggap suci terhadap burung elang, burung nasr,
ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan lain-lainnya. Anggapan itu lalu
berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari. Dari sini berkembang lagi
menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi amal perbuatan yang baik.
C.
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
1.
Pembahasan Ilmu Kalam
Aspek pokok
dalam ilmu Kalam adalah keyakinan
akan eksistensi Allah yang maha
sempurnaan, maha kuasa, maha perkasa
dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu
pula, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu Kalam yang
pokok adalah :
a.
Hal-hal
yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah
Mabda. Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
b.
Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai
perantara antara manusia dan Allah
atau disebut pula washilah
meliputi: Malaikat, Nabi/Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
c.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad: meliputi, surga,
neraka dan sebagainya.
2.
Aspek-aspek Ilmu Kalam
Bagian-bagian Kalam sebagai ilmu dibagi
dalam beberapa aspek : keesaan
zat, keesaan sifat, keesaan perbuatan, dan keesaan dalam beribadah kepadanya.
3.
Masalah-masalah yang bertentangan dengan Kalam.
Secara garis
besar, masalah-masalah yang
bertentangan dengan Kalam adalah
kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan dan kemunafikan.
D.
Fungsi Ilmu Kalam
1.
Untuk
memperkuat, membela dan menjelaskan akidah Islam. Dengan adanya ilmu kalam bisa
menjelaskan, memperkuat dan membelanya dari berbagai penyimpangan yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam.
2.
Untuk
menolak akidah yang sesat dengan berusaha menghindari tantangantantangan dengan
cara memberikan penjelasan duduk perkaranya timbul pertentangan itu,
selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika. Dengan ilmu
kalam bisa memulihkan kembali ke jalan yang murni, pembaharuan dan perbaikan
terhadap ajaran-ajaran yang sesat.
3.
Sebagai
ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal
Tuhan secara rasional.
4.
Ilmu
kalam berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan
pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam
adalah rasio yang didukung dengan Al-Qur'an dan Hadis. Sekuat apapun kebenaran
rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan al-Qur’an dan Hadist.
E.
Sejarah Ilmu Kalam
1.
Latar belakang
Rasulullah Saw, selama di Mekah mempunyai fungsi sebagai kepala
agama. Setelah hijrah ke Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala
pemerintah. Beliaulah yang mendirikan politik yang dipatuhi oleh kota ini,
sebelum itu di Madinah tidak ada kekuasaan politik. Setelah wafat, Rasulullah
digantikan dengan Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan
Utsman bin Affan ra lalu Ali bin Abi Thalib ra.
Utsman bin Affan ra merupakan khalifah berlatarbelakang pedagang
kaya. Tetapi, ahli sejarah mengatakan bahwa Utsman termasuk khalifah yang
lemah, karena tidak dapat menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di
pemerintahan. Sehingga mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan
Islam dengan mengganti gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin
Khattab ra, yang dikenal kuat dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik
Utsman bin Affan ra, memecat gubernurgubernur angkatan Umar bin Khattab ra,
memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang memberontak di
Mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin ‘Ash yang diangkat
Umar dan digantikan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sar dari keluarga Utsman bin
Affan ra yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan ra.
Setelah Utsman bin Affan ra wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi
Thalib ra. Tetapi segera dia mendapat tantangan dari Thalhah dan Zubair dari
Mekah yang mendapat dukungan dari Aisyah ra. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh
Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Thalhah dan Zubair mati terbunuh dan
Aisyah ra masih hidup lalu dikirim kembali ke Mekah. Tak cuma di sini,
tantangan berikutnya muncul dari Mu’awiyah, gubernur Damaskus dan keluarga
dekat Utsman bin Affan ra. Sebagaimana Thalhah dan Zubair, dia tidak mengakui
Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah. Ia menuntut kepada Ali bin Abi Thalib
ra supaya menghukum para pembunuh Utsman bin Affan ra, bahkan ia menuduh Ali
turut campur dalam soal pembunuhan Ustman. Salah seorang pemberontak Mesir yang
datang ke Madinah dan kemudian membunuh Utsman bin Affan ra adalah Muhammad
Ibnu Abi Bakar yang tidak lain adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib ra.
Ali bin Abi Thalib ra dalam kenyataannya tidak mengambil tindakan keras
terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali bin Abi Thalib ra mengangkat
Muhammad Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur Mesir.
Terjadi pertempuran antara pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan
Mu’awiyah bin Abu Sofyan di Shifin, Mu’awiyah terdesak, Amr bin ‘Ash tangan
kanan Mu’awiyah mengangkat Al-Qur’an ke atas sebagai tanda ajakan damai. Para
Qurro dari kalangan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan untuk menerima, sebagian
pasukan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan menolaknya. Tetapi Ali bin Abi
Thalib ra memilih menerima. Dengan demikian, dicarilah perdamaian dengan
mengadakan arbitrase. Sebagai mediator diangkat dua orang: Amr bin ‘Ash dari
Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Thalib ra. Sebagai
yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan kepada orang
ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka tersebut. Berlainan dengan Amr bin ‘Ash
mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali bin Abi Thalib ra, tetapi tidak
penjatuhan mu’awiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali bin Abi Thalib
ra dan menguntungkan Mu’awiyah sebagai khalifah
yang ilegal.
Terhadap sikap Ali bin Abi Thalib ra yang mau mengadakan arbitrase
menyebabkan pengikut Ali bin Abi Thalib ra terbelah menjadi dua yakni golongan
yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak semula menolak arbitrase.
Mereka yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diputuskan lewat
arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an, la ḥukmā illa lillāh (tidak ada hukum
selain hukum dari Allah) la ḥakama illā Allah (tidak ada perantara selain
Allah). Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan diri dari
barisan Ali bin Abi Thalib ra (kaum khawarij).
Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu
Ali bin Abi Thalib ra, Mu’wiyah, Amr bin ‘Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai
kair dan murtad karena tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan irman
Allah dalam surat Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh. Hal ini tidak hanya
mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada
persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran-aliran teologi
(firqah).
2.
Firqah ilmu kalam
a.
Firqah
Khawarij
Merupakan
golongan yang keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah.
Ajaran mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka
dihukumi kair, dan yang berhak mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya
orang kafir.
b.
Firqah
Murji’ah
Merupakan
golongan yang timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij
dengan golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah
satu golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar
maupun kecil tidak dihukumi kafir tidak
juga mukmin melainkan dikembalikan kepada Allah SWT pada hari kiamat.
3.
Firqah Jabariyah
Merupakan golongan yang timbul bersamaan dengan irqah Qodariyyah
yaitu timbul karena menentang kebijakan politik bani Umayyah yang dianggap
kejam. Ajaran mereka yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah
terpaksa karena semua yang mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT.
Jadi manusia tidak tahu apa-apa.
4.
Firqah Qadariyah
Pertumbuhan golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan
bani Umayah yang sangat kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah
SWT akan menghukum orang orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada
orang –orang yang berbuat baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri
dan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika Allah SWT menentukan
terlebih dahulu nasib kita maka Allah itu dzalim.
F.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu lain
1. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu
Fikih
Ilmu Kalam mengarahkan sasarannya kepada soal-soal kepercayaan
(akidah) sedangkan Fiqh sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyah
mukallaf (ahkam al amaliah). Ilmu Kalam
dapat menguatkan akidah dan syari’ah. Sedangkan Ilmu Fiqh berusaha mengambil
hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
2.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Tasawuf
Objek kedua ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan
Ketuhanan. Objek kajian ilmu kalam adalah Ketuhanan dan segala sesuatu yang
berkaitan denganNya. Sementara objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni
upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
3.
Hubungan Ilmu kalam dengan Ilmu falsafah
Ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki hubungan karena pada
dasarnya ilmu kalam adalah ilmu Ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat
Islam adalah pembuktian intelektual melalui pengamatan dari kajian langsung.
Ilmu kalam berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama yang sangat
tampak nilai-nilai Ketuhananya. Sedangkan filsafat adalah sebuah ilmu yang
digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
G.
Peranan Ilmu Kalam dalam Kehidupan
1.
Memahami kembali makna ajaran Islam dengan argumen logika yang
benar
Al-Qur’an
mengajak manusia memecahkan sesuatu problema dengan cara yang pasti berdasarkan
dalil-dalil pikiran dan intuisional yang masuk akal dan diterima jiwa. Unsur
keimanan menjadi sangat penting dalam memaknai kehidupan, karena boleh jadi
yang kita anggap benar menurut nalar, tidak demikian menurut Al-Quran. Fitrah
beragama ini dipupuk oleh Al-Quran dengan anjuran melihat alam sekeliling
manusia sehingga imannya bertambah diantaranya dengan merenung dan berikir
bagaimana kejadian di langit dan bumi yang dicipta Allah dengan penuh
kesungguhan, Allah mencipta alam raya dengan
tidak sia-sia yakni, pasti ada pada tujuan dari penciptaannya bagi
kehidupan manusia (QS. Ali Imran[3]: 190-191:
190. Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan
Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka
peliharalah Kami dari siksa neraka.
2.
Memahami keberagaman keyakinan dengan sikap toleran
Ketika agama
menjadi persoalan keyakinan yang sangat fundamental, masalah toleransi dan
pemahaman atas posisi masing-masing penganut keyakinan menjadi kunci penting
bagi keselarasan dan keharmonisan kehidupan beragama. Apalagi, hidup di tengah
negara yang sejak awal telah terlahir sebagai bangsa yang syarat dengan
kemajemukan budaya dan warna teologi sebagai penyelaras hubungan antara umat
dengan Tuhannya.
Jika orang
memahami sejarah pemikiran didalam islam tentang munculnya aneka pemahaman
aliran itu, dianggap sebagai realitas sejarah dan tidak lantas dianggap sebagai
sesuatu yang baru. Salah satu sikap yang dapat dikembangkan adalah
mengembangkan sikap saling memahami posisi masing-masing. Selanjutnya,
mengembangkan sikap yang lebih arif (bijaksana) dalam melihat
implikasi-implikasi dalam suatu tindakan.
x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar