Minggu, 29 April 2018

Materi Pelajaran Akidah Akhlak kelas Madrasah Aliyah XI


BAB 1
MEMAHAMI ILMU KALAM 
  1. Pengertian Ilmu Kalam
  • Pengertian Etimologi
  • Secara hariah kata Kalam berarti pembicaraan. Dalam pengertian, pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ia erat dengan ilmu mantiq/logika. Istilah lain dari Ilmu Kalam adalah teologi Islam, yang diambil dari Bahasa Inggris, theology.
  • Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaankepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu kalam disebut juga ilmu yang membahas soal-soal keimanan.Ada beberapa alasan kenapa ilmu ini dinamai dengan Ilmu Kalam, diantaranya :Pada abad ke dua Hijriah ada persoalan yang menggoncangkan umat Islam yaitu tentang persoalan kalāmullāh. Apakah kalamullah itu diciptakan atau bukan, baru (hadis) atau terdahulu (qadīm).
  • Pengertian Terminologi Sedangkan Ilmu Kalam secara Terminologi adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah Ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan ilsafat.Selain itu, deinisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lai:
  • Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
  • Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan akidah imaniah, atau sebuah kajian tentang akidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
  • Imam Abu Hanifah menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.
Dengan demikian Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional (‘aqliyah). Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis sedang argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman menggunakan metode berfikir filosofis. Atau ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, Allah SWT. Sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifata yang mungkin tidak ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
  1. Dasar Pembahasan Ilmu Kalam
1.      Al-Qur’an
a.      QS. Al-Ihlas [112]: 1-4, keseluruhan surat ini membahas tentang   identitas Allah.
1. Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
b.      QS. Al-Furqan [25]: 59, ayat ini membahas tentang tempat Allah   setelah menciptakan alam raya.
"yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.”
c.       QS. al-Fath [48]: 10, ayat ini membahas tentang kekuasaan Allah   yang dinyatakan dengan “tangan” Allah.
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
2.      Hadis
            Adanya hadis nabi yang membahas tentang ilmu kalam. Diantaranya hadis yang membahas tentang islam, iman dan ihsan:
 
“Dari Umar  ra,  dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di  sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada AIlah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya", beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.(HR. Muslim)
3.      Pemikiran manusia
            Pada pertumbuhan awal pemikiran islam, para ulama menggunakan rasionya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam jauh sebelum filsafat Yunani berpengaruh luas dalam khasanah ilmu Keislaman. Hal ini terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabihat, yakni ayat-ayat Al-Quran yang samar maksudnya, sehingga membutuhkan pemikiran akal untuk memahaminya.
            Di dalam Al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul-albab, ulul-ilm, ulul-abshar, dan ulun-nuha.  Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
            Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (Q.S. An-Nahl: 17)
            Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk mmaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
 
4.      Insting
            Secara naluriah, manusia selalu ingin berTuhan. Oleh karena itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Aqad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orangorang primitif. Sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan  terhadap benda-benda alam berkembang secara beragam. Di Mesir, mereka menganggap suci terhadap burung elang, burung nasr, ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan lain-lainnya. Anggapan itu lalu berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari. Dari sini berkembang lagi menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi amal perbuatan yang baik.
 
C.    Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
1.      Pembahasan Ilmu Kalam
            Aspek   pokok   dalam   ilmu   Kalam adalah   keyakinan   akan  eksistensi Allah yang maha sempurnaan,   maha kuasa, maha perkasa dan memiliki sifat-sifat  kesempurnaan   lainnya. Karena   itu   pula,   ruang   lingkup pembahasan dalam ilmu Kalam yang pokok adalah :
a.       Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
b.      Hal  yang berhubungan dengan utusan Allah  sebagai  perantara antara manusia dan Allah  atau disebut  pula washilah meliputi: Malaikat, Nabi/Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
c.       Hal-hal  yang berhubungan dengan hari  yang akan datang,  atau disebut juga ma’ad: meliputi, surga, neraka dan sebagainya.
2.      Aspek-aspek Ilmu Kalam
            Bagian-bagian  Kalam sebagai   ilmu dibagi  dalam beberapa  aspek : keesaan zat, keesaan sifat, keesaan perbuatan, dan keesaan dalam beribadah kepadanya.
3.      Masalah-masalah yang bertentangan dengan Kalam.
            Secara   garis   besar,  masalah-masalah   yang   bertentangan   dengan Kalam adalah kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan dan kemunafikan.
D.    Fungsi Ilmu Kalam
1.      Untuk memperkuat, membela dan menjelaskan akidah Islam. Dengan adanya ilmu kalam bisa menjelaskan, memperkuat dan membelanya dari berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
2.      Untuk menolak akidah yang sesat dengan berusaha menghindari tantangantantangan dengan cara memberikan penjelasan duduk perkaranya timbul pertentangan itu, selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika. Dengan ilmu kalam bisa memulihkan kembali ke jalan yang murni, pembaharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran yang sesat.
3.      Sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional.
4.      Ilmu kalam berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam adalah rasio yang didukung dengan Al-Qur'an dan Hadis. Sekuat apapun kebenaran rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan al-Qur’an dan Hadist.
E.     Sejarah Ilmu Kalam
1.      Latar belakang
Rasulullah Saw, selama di Mekah mempunyai fungsi sebagai kepala agama. Setelah hijrah ke Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala pemerintah. Beliaulah yang mendirikan politik yang dipatuhi oleh kota ini, sebelum itu di Madinah tidak ada kekuasaan politik. Setelah wafat, Rasulullah digantikan dengan Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan Utsman bin Affan ra lalu Ali bin Abi Thalib ra.
Utsman bin Affan ra merupakan khalifah berlatarbelakang pedagang kaya. Tetapi, ahli sejarah mengatakan bahwa Utsman termasuk khalifah yang lemah, karena tidak dapat menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di pemerintahan. Sehingga mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan Islam dengan mengganti gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khattab ra, yang dikenal kuat dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik Utsman bin Affan ra, memecat gubernurgubernur angkatan Umar bin Khattab ra, memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang memberontak di Mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin ‘Ash yang diangkat Umar dan digantikan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sar dari keluarga Utsman bin Affan ra yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan ra.
Setelah Utsman bin Affan ra wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib ra. Tetapi segera dia mendapat tantangan dari Thalhah dan Zubair dari Mekah yang mendapat dukungan dari Aisyah ra. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Thalhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah ra masih hidup lalu dikirim kembali ke Mekah. Tak cuma di sini, tantangan berikutnya muncul dari Mu’awiyah, gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman bin Affan ra. Sebagaimana Thalhah dan Zubair, dia tidak mengakui Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah. Ia menuntut kepada Ali bin Abi Thalib ra supaya menghukum para pembunuh Utsman bin Affan ra, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan Ustman. Salah seorang pemberontak Mesir yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh Utsman bin Affan ra adalah Muhammad Ibnu Abi Bakar yang tidak lain adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib ra. Ali bin Abi Thalib ra dalam kenyataannya tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali bin Abi Thalib ra mengangkat Muhammad Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur Mesir.
Terjadi pertempuran antara pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan di Shifin, Mu’awiyah terdesak, Amr bin ‘Ash tangan kanan Mu’awiyah mengangkat Al-Qur’an ke atas sebagai tanda ajakan damai. Para Qurro dari kalangan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan untuk menerima, sebagian pasukan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan menolaknya. Tetapi Ali bin Abi Thalib ra memilih menerima. Dengan demikian, dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai mediator diangkat dua orang: Amr bin ‘Ash dari Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Thalib ra. Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan kepada orang ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka tersebut. Berlainan dengan Amr bin ‘Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali bin Abi Thalib ra, tetapi tidak penjatuhan mu’awiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali bin Abi Thalib ra dan menguntungkan Mu’awiyah sebagai khalifah  yang ilegal.
Terhadap sikap Ali bin Abi Thalib ra yang mau mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali bin Abi Thalib ra terbelah menjadi dua yakni golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak semula menolak arbitrase. Mereka yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diputuskan lewat arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an, la ḥukmā illa lillāh (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) la ḥakama illā Allah (tidak ada perantara selain Allah). Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan diri dari barisan Ali bin Abi Thalib ra (kaum khawarij).
Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu Ali bin Abi Thalib ra, Mu’wiyah, Amr bin ‘Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai kair dan murtad karena tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan irman Allah dalam surat Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh. Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran-aliran teologi (firqah).
2.      Firqah ilmu kalam
a.       Firqah Khawarij
Merupakan golongan yang keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah. Ajaran mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka dihukumi kair, dan yang berhak mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya orang kafir.
b.      Firqah Murji’ah
Merupakan golongan yang timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij dengan golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah satu golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar maupun kecil  tidak dihukumi kafir tidak juga mukmin melainkan dikembalikan kepada Allah SWT pada hari kiamat.
3.      Firqah Jabariyah
Merupakan golongan yang timbul bersamaan dengan irqah Qodariyyah yaitu timbul karena menentang kebijakan politik bani Umayyah yang dianggap kejam. Ajaran mereka yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah terpaksa karena semua yang mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT. Jadi manusia tidak tahu apa-apa.
4.      Firqah Qadariyah
Pertumbuhan golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan bani Umayah yang sangat kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah SWT akan menghukum orang orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada orang –orang yang berbuat baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri dan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika Allah SWT menentukan terlebih dahulu nasib kita maka Allah itu dzalim.
F.     Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu lain
1. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Fikih
Ilmu Kalam mengarahkan sasarannya kepada soal-soal kepercayaan (akidah) sedangkan Fiqh sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyah mukallaf (ahkam al amaliah).  Ilmu Kalam dapat menguatkan akidah dan syari’ah. Sedangkan Ilmu Fiqh berusaha mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
2.      Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Tasawuf
Objek kedua ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan Ketuhanan. Objek kajian ilmu kalam adalah Ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganNya. Sementara objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
3.      Hubungan Ilmu kalam dengan Ilmu falsafah
Ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu Ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian intelektual melalui pengamatan dari kajian langsung. Ilmu kalam berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama yang sangat tampak nilai-nilai Ketuhananya. Sedangkan filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
G.    Peranan Ilmu Kalam dalam Kehidupan
1.      Memahami kembali makna ajaran Islam dengan argumen logika yang benar
     Al-Qur’an mengajak manusia memecahkan sesuatu problema dengan cara yang pasti berdasarkan dalil-dalil pikiran dan intuisional yang masuk akal dan diterima jiwa. Unsur keimanan menjadi sangat penting dalam memaknai kehidupan, karena boleh jadi yang kita anggap benar menurut nalar, tidak demikian menurut Al-Quran. Fitrah beragama ini dipupuk oleh Al-Quran dengan anjuran melihat alam sekeliling manusia sehingga imannya bertambah diantaranya dengan merenung dan berikir bagaimana kejadian di langit dan bumi yang dicipta Allah dengan penuh kesungguhan, Allah mencipta alam raya dengan  tidak sia-sia yakni, pasti ada pada tujuan dari penciptaannya bagi kehidupan manusia (QS. Ali Imran[3]: 190-191:
 
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
2.      Memahami keberagaman keyakinan dengan sikap toleran
Ketika agama menjadi persoalan keyakinan yang sangat fundamental, masalah toleransi dan pemahaman atas posisi masing-masing penganut keyakinan menjadi kunci penting bagi keselarasan dan keharmonisan kehidupan beragama. Apalagi, hidup di tengah negara yang sejak awal telah terlahir sebagai bangsa yang syarat dengan kemajemukan budaya dan warna teologi sebagai penyelaras hubungan antara umat dengan Tuhannya.
Jika orang memahami sejarah pemikiran didalam islam tentang munculnya aneka pemahaman aliran itu, dianggap sebagai realitas sejarah dan tidak lantas dianggap sebagai sesuatu yang baru. Salah satu sikap yang dapat dikembangkan adalah mengembangkan sikap saling memahami posisi masing-masing. Selanjutnya, mengembangkan sikap yang lebih arif (bijaksana) dalam melihat implikasi-implikasi dalam suatu tindakan.
x

x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar