BAB II
MEMAHAMI ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
DAN TOKOH-TOKOHNYA
Kompetensi
Inti (KI) :
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
2.
Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong,
kerjasama, cinta damai, responsif dan pro
aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesiik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji
dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan
kreatif, serta mampu menggunakan metode
Kompetensi Dasar (KD):
1.1
Menghayati nilai-nilai positif dari
adanya aliran-aliran dalam ilmu kalam
2.1 Membiasakan
diri untuk menghargai perbedaan aliran-aliran yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat.
3.1 Menganalisis
pokokpokok aliran-aliran ilmu kalam (Khawarij, Murjiah, Syi’ah, Jabariyah,
Qadariyah, Asy‘ariyah, alMaturidiyah, dan Mu‘tazilah)
a.
Menyajikan peta konsep pokok-pokok
aliran-aliran ilmu kalam (Khawarij, Murjiah, Syi’ah, Jabariyah, Qadariyah, Asy‘ariyah,
alMaturidiyah, dan Mu‘tazilah
Indikator:
Melalui pengamatan terhadap berbagai
literatur dan diskusi diharapkan siswa dapat menjelaskan pokok-pokok
aliran-aliran ilmu kalam (Khawarij, Murji'ah, syi’ah, Jabariyah, Qadariyah,
Asy’ariyah, al-Maturidiyah dan Mu’tazilah)
A.
Aliran Khawarij
1.
Pengertian
Khawarij secara
bahasa diambil dari Bahasa Arab khawaarij, secara hariah berarti mereka yang
keluar. Aliran Khawarij dipergunakan
oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan
Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah
menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi
oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shifin (37H/657) dan mereka juga tidak mendukung barisan Mu’awiyah ra.
Menurut
kelompok Khawarij, semua yang telah mengikuti proses tahkim, termasuk Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah telah melanggar ketentuan syara’, dan dihukumi kair
karena telah melakukan dosa besar, yakni tidak berhukum dengan hukum Allah.
Berdasar kejadian tahkim tersebut kelompok Khawarij mencetuskan pokok pemikiran
bahwa setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (lâ hukma illa lillâh)
2.
Dasar Ajaran
Kaum Khawarij
menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada
QS. An Nisa’ [4]; 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya
untuk hijrah dijalan Allah dan Rasul-Nya.
“Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya
(sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di
sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Selanjutnya
kaum khawarij menyebut kelompoknya sebagi Syurah yang berasal dari kata yasyri
(menjual), yakni menjual diri untuk memperoleh ridha Allah. Sebagaimana
disebutkan dalam QS Al-Baqarah [2]:207
“dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Selain itu
mereka juga disebut “Haruriyah” yang merujuk pada “Harurah’ sebuah tempat di
pinggiran sungai Furat dekat kota Riqqah. Di tempat ini mereka memisahkan diri
dari barisan pasukan Ali ra. saat pulang dari perang Sifin. Kelompok ini juga
dikenal sebagai kelompok “Muhakkimah”. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar
“lâ hukma illa lillah”
3.
Doktrin Ajaran
Secara umum,
ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah kaum muslimin yang berbuat dosa besar
adalah kair. Berdasar ajaran pokok tersebut kemudian aliran Khawarij
mengembangkan pokok-pokok doktrin keimanan:
a.
Setiap
umat Muhammad yang terus menerus melakukan dosa besar hingga matinya belum
melakukan tobat, maka dihukumkan kair serta kekal dalam neraka.
b.
Membolehkan
tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara tersebut khianat
dan zalim.
c.
Ada
faham bahwa amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu,
para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kair. Dengan
latar belakang watak dan karakter kerasnya,-dengan atas nama Agama- mereka
selalu melancarkan jihad (perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan
masyarakat pada umumnya.
d.
Keimanan
itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan masalahnya,
kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah
dalam berikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu
tidak didasarkan pada keimanan, maka konsekuensinya dihukumkan kafir.
Kaum Khawarij juga memiliki pemikiran (doktrin-doktrin) dalam
bidang sosial yang berorientasi pada teologi, diantaranya :
a.
Seorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Lebih
anarkis lagi, mereka menganggap seorang muslim bisa menjadi kair apabila tidak
mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kair dengan resiko ia menanggung beban
harus dilenyapkan pula.
b.
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak ia wajib
diperangi karena dianggap hidup di negara musuh, sedangkan golongan mereka
dianggap negeri islam.
c.
Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
d.
Adanya
wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk kedalam surga, sedangkan orang
yang jahat harus masuk neraka).
e.
Amar
ma’ruf nahi munkar.
f.
Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
g.
Al-Qur’an
adalah makhluk.
h.
Memalingkan
ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat mutasyabihat
(samar)
Dengan doktrin diatas kaum khawarij mempropagandakan pemikiran-pemikiran
politis berikut ini:
a.
Mengakui
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar; sedangkan Utsman dan Ali, juga orang-orang
yang ikut dalam Perang Unta, dipandang telah berdosa.
b.
Dosa
dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran. Mereka mengkairkan setiap pelaku
dosa besar apabila ia tidak bertobat. Dari sinilah muncul istilah takir dalam
faham kaum Khawarij.
c.
Khalifah
tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas di antara kaum muslimin. Oleh
karenanya, mereka menolak pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
d.
Ketaatan
kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada jalan keadilan dan kebaikan.
Jika menyimpang, wajib diperangi dan bahkan dibunuhnya.
e.
Mereka
menerima Al-Qur'an sebagai salah satu sumber di antara sumber-sumber hukum
Islam.
f.
Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke-7
kekhalifahannya Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
g.
Khalifah
Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim) ia dianggap telah
menyeleweng.
h.
Mu’awiyah
dan Amr bin Al-Asy dan Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap telah menyeleweng dan
kafir.
Tokoh aliran ini adalah Abdullah bin Wahhab Ar-Rasyidi, Urwah bin
Hudair,Mustarid bin Sa’ad, Hausarah Al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nai’ bin
Al-Azraq, Abdullah bin Basyir, Najdah bin Amir Al-Hanafi.
4.
Sekte
a.
Sekte
Al Azariqah
Nama ini
diambil dari Nai Ibnu Al Azraq, pemimpin utamanya. Dalam pandangan teologisnya,
Al Azariqoh tidak menggunakan istilah kair, tetapi menggunakan istilah musyrik
atau politheis. Istilah musyrik bagi sekte Al-Azariqoh adalah semua orang yang
tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak ikut hijrah
kedalam lingkungannya, dihukumkan musyri. Karena kemusyrikannya itu, kaum ini
membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh
b.
Sekte
Al- Ibadiyah
Nama golongan ini diambil dari
Abdullah ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan
Al-Azariqoh. Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat itu, antara lain :
1)
Orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik,
tetapi kair. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan
hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham dihukumkan
haram.
2)
Muslim
yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esakan Tuhan, tetapi
bukan mukmin. Dan yang dikatakan kair, bukanlah kair agama, tetapi kair akan
nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berarti
sudah keluar dari Islam.
3)
Harta
kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata.
Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan
kepada pemiliknya.
4)
Daerah
orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”,
dan tidak boleh diperangi. Sekte ini lebih lembut dari pada sekte al Zariqoh.
Namun secara umum aliran khawarij merupakan aliran yang sangat
keras dalam beragama. Aliran inilah yang ditengarahi menjadi cikal bakal
terorisme di dunia islam. Hal ini dikarenakan pemahaman yang kurang komprehensif
dan lengkap dalam beragama.
B.
Aliran Murji’ah
1.
Pengertian
Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang
berarti menunda atau menangguhkan. Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam
prinsipnya mereka menunda penyelesaian persoalan konlik politik antara Ali bin
Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di
akhirat nanti. Karena itu mereka tidak ingin mengeluarkan pendapat tentang
siapa yang benar dan siapa yang dianggap kair diantara ketiga golongan yang
tengah bertikai tersebut.
Alasannya, keimanan merupakan keyakinan hati seseorang dan tidak
berkaitan dengan perkataan ataupun perbuatan. Selama seseorang masih memiliki
keimanan didalam hatinya, apapun perbuatan atau perkataannya, maka ia tetap
dapat disebut seorang mukmin, bukan kair. Murji’ah mengacu kepada segolongan
sahabat Nabi SAW, antara lain Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan
Imran bin Husin yang tidak mau melibatkan diri dalam pertentangan politik
antara Utsman bin Affan (khalifah ke-3; w. 656) dan Ali bin Abi Thalib
(khalifah ke-4; w. 661). Menurut Syahristani orang pertama yang membawa paham
Murji’ah adalah Gailan ad Dimasyqi.
Tokoh aliran ini adalah Abu Hasan Ash-Shalihi, Yunus bin An-Namiri,
Ubaid Al-Muktaib, Ghailan Ad-Dimasyqi.
a.
Doktrin
Ajaran
Menurut Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah
memiliki empat ajaran pokok, yaitu:
1)
Menunda
hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2)
Menyerahkan
keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3)
Meletakkan
(pentingnya) iman dari amal.
4)
Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat Allah.
b.
Sekte
Menurut Harun
Nasutuion, aliran Murji’ah, terbagi menjadi 2, yakni “golongan moderat” dan
“golongan ekstrim”.
1)
Golongan
Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kair dan
tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya
dosa yang dilakukan.
2)
Golongan
Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang
Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan,
tidaklah menjadi kair, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati. Golongan
ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok, yaitu :
a)
Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syafwan dan para pengikutnya, berpandangan
bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara
lisan, tidaklah menjadi kair karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati
bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b)
Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah
mengetahui Tuhan, sedangkan kufur tidak tahu Tuhan. Sholat bukan merupakan
ibadah kepada Allah, demikian pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah,
melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c)
Yumusiah
dan Ubaidiyah, melontarkan
pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman
seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan
tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman
berpendapat b
d)
ahwa
perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai
musyrik.
e)
Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi,
tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini” maka
oprang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.
C.
Aliran Syi’ah
1.
Pengertian
Istilah Syi’ah berasal dari kata Bahasa Arab Syı̄`ah. Syi’ah
menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain
itu juga bermakna: kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Syi’ah adalah
bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali artinya “pengikut Ali”.
Muslim Syi’ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi’ah) adalah
sumber pengetahuan terbaik tentang Al-Qur’an dan Islam, guru terbaik tentang
Islam setelah Nabi Muhammad saw dan pembawa serta penjaga tepercaya dari
tradisi Sunnah.
Muslim Syi’ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib (sepupu, menantu
Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait), adalah penerus kekhalifahan setelah
Nabi Muhammad. Muslim Syi’ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah
langsung oleh Nabi Muhammad, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan
perbedaan pandangan yang tajam antara Syi’ah dan Sunni dalam penafsiran
Al-Qur'an, Hadis, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi
Hadis dari Muslim Syi’ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang
lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Menurut Abu Zahrah Aliran Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa
jabatan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib. Sedangkan menurut Mongomary Watt Aliran Syi’ah mulai muncul
ketika berlangsung peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi
Sofyan yang dikenal dengan Perang Sifin. Dalam peperangan ini, sebagai respon
atas penerimaan ali terhadap tahkim atau arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah,
pasukan Ali bin Abi Thalib terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap
Ali bin Abi Thalib yang kemudian dikenal dengan istilah Syi’ah dan kelompok
lain menolak sikap Ali bin Abi Thalib yang kemudian dikenal dengan istilah
khawarij.
Diantara tokoh aliran Syi’ah adalah Abu Dzar Al-Ghifari, Miqad
al-Aswad, Ammar bin Yasir dan sejumlah ulama yang menyatakan diri sebagai
keluarga Nabi Muhammad saw (Ahlul Bait).
2. Doktrin Ajaran
a.
Tauhid,
bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
b.
Al
‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
c.
An
Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi’ah meyakini keberadaan para nabi sebagai
pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
1)
Jumlah
nabi dan rasul Allah ada 124.000.
2)
Nabi
dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad saw.
3)
Nabi
Muhammad saw suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah nabi paling
utama dari seluruh Nabi yang ada.
4)
Ahlul
Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah
manusia-manusia suci.
5)
Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad saw.
d.
Al
Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya
imam-imam yang senantiasa memimpin
umat sebagai penerus risalah kenabian.
e.
Al
Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari
kebangkitan.
3.
Sekte
Syi’ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga
sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:
a.
Dua
Belas Imam Disebut juga Imamiah atau Itsna ‘Asyariah (12 Imam). Dinamakan
demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan
mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah.
Urutan imam mereka yaitu:
1)
Ali
bin Abi Thalib (600-661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2)
Hasan
bin Ali (625-669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3)
Husain
bin Ali (626-680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4)
Ali
bin Husain (658-713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5)
Muhammad
bin Ali (676-743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6)
Jafar
bin Muhammad (703-765), juga dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq
7)
Musa
bin Ja’far (745-799), juga dikenal dengan Musa Al-Kadzim.
8)
Ali
bin Musa (765-818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9)
Muhammad bin Ali (810-835), juga dikenal
dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
10)
Ali
bin Muhammad (827-868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11)
Hasan
bin Ali (846-874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
12)
Muhammad
bin Hasan (868), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi.
b.
Ismailiyah
Disebut juga 7
Imam. Dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya 7 orang dari
‘Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma’il.
Urutan imam mereka yaitu:
1)
Ali
bin Abi Thalib (600-661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2)
Hasan
bin Ali (625-669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3)
Husain
bin Ali (626-680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4)
Ali
bin Husain (658-713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5)
Muhammad
bin Ali (676-743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6)
Ja’far
bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq
7)
Ismail
bin Ja’far (721 – 755), adalah anak pertama Ja’far ash-Shadiq dan kakak Musa
al-Kadzim.
c.
Zaidiyah
Disebut 5 Imam.
Mereka merupakan pengikut Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib.
Urutan imam mereka yaitu:
1)
Ali
bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2)
Hasan
bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
3)
Husain
bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4)
Ali
bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5)
Zaid
bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali
bin Husain dan saudara tiri dari Muhammad Al-baq.
D.
Aliran Jabariyah
1.
Pengertian
Secara bahasa jabariyah (fatalism) berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Menurut Harun Nasution jabariyah adalah paham
yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula
oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya, setiap perbuatan yang dikerjakan manusia
tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Sejarawan Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman
sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang
masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak
Tuhan.
Tokoh yang mendirikan aliran ini adalah Jahm bin Safwan, Al-Ja’ad
Bin Dirham, Husain Bin Muhammad Al Najjar, Dirar Ibn ‘Amr.
a.
Dasar Ajaran
Dasar pemahaman
pada aliran jabariyah ini dijelaskan Al-Qur'an diantaranya: QS. al Shaffat [37]:96 dan QS. Al-Insan [76]:30.
Di samping itu, fakta sejarah
menyatakan bahwa:
1)
Suatu
ketika Nabi menjumpai sabahatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir
Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar
terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
2)
Khalifah
Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi,
pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar itu Umar
kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu
Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan
tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
3)
Ketika
Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan
siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya, "apabila perjalanan (menuju
perang sifin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya”. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadhar Tuhan
bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal
perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur
pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan
tidak ada celaan bagi orang yang berbuat dosa.
b.
Doktrin Ajaran
1)
Aliran
Ekstrim.
Aliran ini
dikenal juga dengan nama Jahmiyyah karena mendasarkan pemikiran kepada tokoh utamanya yakni, Jahm bin Shofwan. Doktrin ajaran Jabariyah
yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan
kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas
sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan
manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik
dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan
ketentuan Allah. Di antara ajaran kelompok ini adalah:
a)
Manusia
tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b)
Surga
dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.
c)
Kalam
Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti
berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akherat kelak.
2)
Aliran
Moderat
Tokoh yang berpaham seperti ini adalah
Husain bin Muhammad An Najjar. Ia menjadi pelopor aliran moderat yang
menyatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia
mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatanperbuatan itu. Menurut
aliran Jabariyah moderat, Tuhan tidak dapat dilihat di akherat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar