BAB V
MENELADANI KISAH FATIMATUZ ZAHRA DAN UWAIS
AL-QARNI
Kompetensi
Inti (KI) :
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
2.
Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong,
kerjasama, cinta damai, responsif dan pro
aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesiik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji
dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan
kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar (KD):
1.1 Menghayati
keutamaan sifat Fatimatuzzahra dan Uways al-Qarni
2.1 Meneladani keutamaan sifat Fatimatuzzahra
dan Uwais al-Qarni
3.1 Menganalsisis sifat-sifat utama Fatimatuzzahrah binti Rasulullah saw dan
Uwais al-Qarni
4.1 Menceritakan sifat-sifat utama Fatimatuzzahrah binti Rasulullah saw
Indikator:
1.
Siswa dapat menunjukkan sifat-sifat utama Fatimatuzzahrah binti
Rasulullah saw dan Uwais al-Qarni
2.
Siswa dapat menceritakan sifat-sifat utama Fatimatuzzahrah binti
Rasulullah saw dan Uwais Al-Qarni
A. Fatimah Az-Zahrah
1. Riwayat hidup singkat
Fatimah
Az-Zahra adalah putri Nabi Muhammad saw dan Khadijah. Ketika sudah dewasa dia
menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Dari pernikahan tersebut melahirkan Hasan dan Husein. Fatimah sangat terkenal di
dunia Islam, karena hidupnya paling dekat dan paling lama dengan Rasulullah
Saw. Rasulullah sendiri sangat menyayanginya. Dari dialah keturunan Nabi
Muhammad saw berkembang dan tersebar di hampir seluruh negeri Islam.
Fatimah
dilahirkan di Makkah pada tanggal 20 Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Nabi Saw.
hijrah (tahun ke-5 dari kerasulan). Dia adalah putri bungsu Rasulullah saw
setelah berturut-turut Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kulsum. Saudara laki-lakinya
yang tertua, Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda. Kehidupan
Fatimah dibagi ke dalam dua periode, masa kanak-kanak di Makkah dan masa remaja
serta masa dewasa di Madinah. Pada periode masa kanak-kanak di Mekah,
keluarganya hidup dalam keadaan menyedihkan, banyak tekanan dan penyiksaan,
karena pada masa itulah babak baru perjuangan Rasulullah saw pada periode
remaja dan dewasa di Madinah, sebagai putri pimpinan kota Madinah, Fatimah
tinggal di pusat kota yang paling berpengaruh. Fatimah telah memperkaya sejarah
wanita selama masa itu.
2. Teladan yang bisa diambil
Kehidupan
rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana. Bahkan sering juga kekurangan,
sehingga beberapa kali harus menggadaikan berang-barang keperluan rumah tangga
mereka untuk membeli makanan. Sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan
kepada Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun
demikian, mereka tetap saja bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir
hayat.
Memang
nabi Muhammad saw sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad saw sakit
keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada henti menangis. Nabi saw memanggilnya
dan berbisik kepadanya, tangisannya makin bertambah. Kemudian Nabi saw berbisik
lagi, dan ia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut ditanyakan kepada Fatimah.
Dia manjawab bahwa dia menangis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa
tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi kemudian ia tersenyum karena,
seperti kata ayahnya, dialah yang pertama yang akan memjumpainya di akhirat
nanti.
Fatimah
adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dari Fatimah inilah
banyak diriwayatkan hadis Nabi saw. Dialah tokoh perempuan dalam bidang
kemasyarakatan. Orangnya sangat sabar dan bersahaja, akhlaknya sangat mulia.
Fatimah
Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari
Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada
masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar dan penyayang
karena tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya.
Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika
Rasulullah pernah berkata: “Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai
manusia”.
Demikian
kisah Fatimah Az-Zahrah, seorang wanita yang selalu mendukung perjuangan
ayahnya dan suaminya. Walaupun anak seorang yang sangat disegani namun Fatimah
tidak pernah sombong. Ia adalah seorang istri yang sangat sederhana
hidupnya tanpa banyak menuntut pada
suaminya. Fatimah sangat patut kita jadikan jadikan teladan utama.
Dari
pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra memiliki empat anak,
dua putra yaitu Hasan dan Husain dan dua putri yaitu Zainab dan Ummu Kulsum.
Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah saw. Sebenarnya ada satu lagi
anak Fatimah Az-Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia ketika
masih kecil.
B. Uwais al-Qarni
1. Riwayat hidup singkat
Uwais
al-Qarni adalah salah seorang penduduk Yaman, daerah Qarn dari kabilah Murad.
Ayahnya sudah tiada dan dia hidup bersama ibunya dan sangat berbakti kepadanya.
Uwais al-Qarni pernah mengidap penyakit kusta, lau berdoa kepada Allah SWT lalu
diberi kesembuhan, tetapi masih ada
bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Menurut keterangan, Nabi Muhammad saw
mengatakan bahwa Uwais al-Qarni adalah pemimpin para tabi’in.
Suatu
ketika Nabi Muhammad saw berkata kepada Umar bin Khattab, “Jika kamu bisa
meminta kepadanya untuk memohonkan ampun kepada Allah SWT untukmu, maka
lakukanlah!” Ketika Umar bin Khattab telah menjadi Amirul Mukminin, dia
bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji,
“Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” Mereka
menjawab, “ada”.
Umar
kemudian bertanya lagi, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam
keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.” Umar bin Khattab berkata
kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah saw pernah bercerita
tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!” Dan
setiap tahun Umar bin Khattab selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu ketika
dia datang bersama jamaah haji dari Yaman, lalu Umar menemuinya. Dia hendak
memastikannya terlebih dahulu, makanya dia bertanya, “Siapa namamu?” Orang itu
menjawab, “namaku Uwais.”
Umar
melanjutkan pertanyaannya, “Di Yaman daerah mana?” Dia menjawab, “Dari Qarn.”
Umar bertanya lagi, “dari kabilah mana?” Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar bin Khattab bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?” “Ayahku telah meninggal
dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya. Umar melanjutkan, “Bagaimana
keadaanmu bersama ibumu?” Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti
kepadanya.” Lalu Umar bertanya lagi,
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?”
Uwais menjawab, benar, saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya
berdoa kepada Allah SWT dan saya diberi kesembuhan.” Umar bertanya lagi,
“Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?” Dia menjawab, “di lenganku
masih ada bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar.
Ketika Umar binn Khattab melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya
seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah saw.
Mohonkanlah ampun kepada Allah SWT untukku!” Uwais berkata, “Masa saya
memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?” Umar bin Khattab menjawab,
“ya, benar.” Umar radhiyallahu ‘anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya
sehingga Uwais memohonkan ampun untuknya. Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu
bertanya kepadanya mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia
menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.” Umar
berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota Irak mengenai kamu?”
Uwais
berkata, “Saya bersumpah kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak
melakukannya. Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa
dipedulikan orang.”
2. Teladan yang bisa diambil
Uwais
al-Qarni sosok pribadi yang sangat sederhana. Hidupnya tidak bergelimang dengan
harta. Ujian hidup yang dialami diterima dengan ikhlas dengan tetap tidak
meninggalkan usaha dan kerja keras untuk keluar dari ujian itu. Termasuk ketika
diuji penyakit kusta oleh Allah SWT. Uwais al-Qarni juga igur yang sangat
hormat dan taat kepada ibunya. Sebagian hidupnya digunakan untuk merawat dan
mendampingi ibu yang sangat disayangi. Walaupun ia mendapat perhatian sang
penguasa waktu itu yaitu Umar bin Khattab, tetapi Uwais al-Qarni tidak
memanfaatkan fasilitas dan kesempatan tersebut untuk bersenang-senang. Justru
Uwais al-Qarni tidak mau diperlakukan istimewa, justru sebaliknya dia ingin
diperlakukan sama seperti rakyat yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar